“Care”, “Basa-Basi” Atau “Kepo”?
Sebelum saya menuliskan artikel
ini, saya harus memberikan disclaimer bahwa saya sadar sepenuhnya bahwa
kita hidup di Indonesia, tempat yang amat ramah, bahkan terlalu ramah
hingga kadang mengganggu kehidupan pribadi seseorang.
Bagaimana bisa?
Pernah ditanya begini nggak: “Hei apa kabar? Udah berapa bulan hamilnya?”
Jika Anda memang hamil, tentu Anda akan menjawab dengan senang hati.
Apa kabar jika Anda, seperti saya, bukanlah orang yang punya proporsi
badan seperti supermodel? Kalau saya sih pernah ditanya seperti itu dan
saya jawab dengan santai: “Oh nggak hamil kok, emang gendut aja.” Si
penanya pun mukanya memerah dan buru-buru minta maaf. Sungguh basa-basi
yang FAIL.
Soal pertanyaan “Jadi Kapan?” atau “Kapan Nyusul?” yang pernah saya
bahas di artikel terdahulu, itu juga sekarang sudah masuk kategori
pertanyaan ranah pribadi yang sebaiknya tak ditanyakan. Yuk berhenti
menanyakan ini pada mereka yang masih berpacaran dan mari doakan saja
agar mereka bisa segera meresmikan hubungan. Kalau beneran care sama
mereka, seharusnya ini yang kita lakukan. Bukan kepo nanya-nanya seolah
minta diundang ‘kan?
Kalau yang berikut ini benar-benar pernah terjadi pada saya, dengan
posisi saya sebagai si penanya. Suatu hari saya mengantri di ATM dan di
depan saya ada seorang bapak muda bersama anaknya yang balita. Si anak
lucu bukan main dengan rambut keritingnya. Saya pun ‘gatel’ ingin
berkomunikasi. Pertanyaan pertama: “Namanya siapa ini? Kok ganteng
banget sih kamu?” Dijawabkan oleh si bapak: “Namanya Nala, Tante. Nala
ayo bilang terimakasih sama Tantenya.” Nala pun menyalami saya sambil
berkata “Telimakasih, Tante.” Sungguh menggemaskan. Saya senang luar
biasa karena nggak biasa-biasanya ditanggapi sama anak kecil. Lalu
mulut besar saya bertanya lagi, kali ini begini, “Nala ibunya mana?”
Ada jeda antara pertanyaan saya dan jawaban bapaknya. Akhirnya dengan suara bergetar, si bapak menjawab:
“Ibu Nala sudah nggak ada, Tante…”
Ih sumpah rasanya kayak ulu hati saya ditonjok Mad Dog.
Mendadak mata saya berkaca-kaca, lalu saya tengadah mencari mata
bapaknya yang berbadan lebih tinggi dari saya. “Maaf ya Mas, saya nggak
bermaksud…” ucap saya menyesali pertanyaan saya. Bapaknya Nala tampak
berusaha bersikap tegar, dia menggendong Nala sambil tersenyum. “Nggak
apa-apa ya, Nak. Udah harus biasa, Tante.”
Lalu mereka berdua masuk ke dalam ATM. Air mata saya tumpah,
sebagian sedih buat Nala dan bapaknya, tapi sebagian besar karena
menyalahkan diri sendiri karena terlalu bodoh. Mereka baik-baik saja
sebelum saya iseng tanya-tanya. Sekarang, bapaknya sedih tapi harus
pura-pura tegar dan Nala-nya pun harus bingung dan bertanya-tanya kenapa
bapaknya jadi harus pura-pura senang padahal tampak mau menangis.
Sungguh bodohnya saya saat itu.
Ada lagi pertanyaan lain yang hits abis di kalangan ibu-ibu muda saat
ini. Rasanya kurang komplit kalau ngelihat sesama ibu-ibu muda yang
lagi gendong anak trus iseng aja bertanya dengan metode ‘pemancingan
umum’. Begini:
“Bok, anak lo lucu banget ya. Udah berapa bulan?”
“Empat bulan nih.”
“Ooo… montok deh. Pasti ASI ya?”
ASI memang nutrisi terbaik bagi anak. Namun pertanyaan serupa ini
sudah masuk ranah pribadi seseorang. Lagipula, mari berpikir secara
logika sederhana saja. Jika memang ASI, lalu Anda mau apa, dan jika
ternyata campur susu formula Anda mau apa? Seringnya pertanyaan ini
seperti jadi ‘menghakimi’ dan bukan sekadar basa-basi.
Pertanyaan lain yang terkesan biasa saja padahal bisa jadi sensitif buat beberapa orang diantaranya:
“Kok umur segini belum menikah?” yang biasanya diikuti dengan nasehat
yang tak diinginkan seperti: “Jangan terlalu pilih-pilih lah…”
Kalau kenyataannya si tertanya yang memang pemilih mungkin benar.
Tapi kalau dia belum ada yang memilih, pertanyaan dan nasehat tolol ini
tentu akan sangat menyakitkan.
Yang berikut selalu menjadi derita para pengantin baru: “Udah isi
belum?” yang juga biasa diikuti dengan nasehat-nasehat seputar gaya
berhubungan seks yang efektif sampai tips-tips minum ramuan atau malah
nasehat, “Jangan ditunda-tunda, anak itu pembawa rezeki lho.”
Satu hal aja yang perlu Anda ingat sebelum bertanya atau memberi
nasehat soal ini: tak semua orang nyaman membicarakan kegiatan
seksualnya seperti (mungkin) Anda. Tak semua orang suka isi rahimnya
dikorek-korek secara verbal oleh orang yang bukan dokter kandungan.
Jadi, tak perlu kepo dan sok tahu.
Terakhir, jika Anda punya adik yang belum kunjung lulus kuliah,
please simpan pertanyaan “Kapan lulus?” terutama jika sedang berada di
forum umum seperti misalnya acara-acara keluarga. Selain memalukan,
pertanyaan ini akan memojokkannya dan percaya atau tidak, malah
membuatnya lebih malas menyelesaikan kuliah. Sungguh jauh dari
efektif! Jika Anda serius ingin bicara dari hati ke hati dengannya,
ajak dia makan malam berdua saja, lalu bicaralah tentang betapa penting
bagi Anda untuk ia menyelesaikan pendidikannya selaku seorang kakak
kepada adiknya. Selain lebih fokus, Anda jadi lebih menghargai dia
sebagai manusia dewasa ‘kan? Ketimbang diledekin di depan orang-orang,
emang adik Anda masih balita?
Adakah pertanyaan-pertanyaan lain yang pernah membuat Anda malu
karena bertanya atau ditanya? Yuk share ke sini, barangkali bisa
membantu teman-teman lainnya. Ingat, berpikir dulu ya sebelum bertanya,
karena yang biasa saja bagi kita bisa jadi big deal dan menyakitkan
buat orang lain.
No comments:
Post a Comment